BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis kepemimpinan pada masa sekarang adalah hal yang umum ditemui diberbagai bidang kepemimpinan. Masalah ini perlu diperhatikan dan perlu ditekankan dalam organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok, khususnya dalam komunitas kristiani (Gereja). Gereja adalah kumpulan orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan mempunyai pemimpin sebagai penuntun jalan bagi mereka. Sebagai satu kesatuan, Gereja banyak mengalami berbagai ketidakberesan yang timbul dari dalam gereja itu sendiri. Ini menunjukkan adanya krisis kepemimpinan. Krisis kepemimpinan itu mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan, yang bukan hanya merugikan bagi Gereja, bahkan bisa merusak keutuhan Gereja.
Sikap ketidakpuasan kepada pemimpin yang ditunjukkan oleh jemaat adalah satu bentuk penilaian kepada kinerja sang pemimpin. Timbulnya sikap pro dan kontra dalam Gereja, merupakan awal dari perpecahan, disebabkan karena perbedaan pendapat dalam mengambil kebijakan. Kondisi seperti inilah sudah menjadi salah satu faktor yang paling berpengaruh, sehingga menimbulkan keanekaragaman denominasi Gereja.
Keberadaan ini juga tidak berbeda dengan bangsa Israel di masa Nehemia yang mengalami krisis rohani, politik, sosial, dan ekonomi. Ketika bangsa Israel mengalami hal ini, tidak ada pemimpin yang memimpin mereka. Inilah krisis kepemimpinan sebenarnya yang dialami bangsa Isarel. Dalam waktu yang tepat, tampillah Nehemia sebagai pemimpin bagi bangsa Israel.
Dengan mengetahui prinsip kepemimpinan Nehemia, maka dapat menjadi pola kepemimpinan masa Gereja Tuhan era sekarang.
BAB II
PRINSIP KEPEMIMPINAN NEHEMIA
Khusus dalam lingkup rohani seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki kuasa rohani yang datang dari Allah. Dapat mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama mencapai satu visi bagi kemuliaan Allah.
Profil Kerohanian Nehemia
Nehemia sebagai pemimpin memiliki rohani yang tinggi ditunjukkan dalam keimanannya kepada Allah, yakni:
Memiliki Visi Allah
Keimanan Nehemia kepada Allah menyebabkan visi Allah ada dalam dirinya. Ini adalah titik awal untuk berpikir dan mengexpresikannya dalam mencapai tujuan yang berhasil. Nehemia memiliki visi yang mengubah hidupnya dan bangsa Israel, menjadi seorang pemimpin yang mengusahkan kesejahteraan bagi Israel. Nehemia telah mendengar tentang bangsanya dan Yerusalem, yang menimbulkan beban di dalam dirinya. Selanjutnya, Nehemia menunjukkan reaksinya dengan mengutarakannya kepada Allah dalam iman yang penuh dan teruji (Nehemia 2:12).
Mengandalkan Allah
Dalam setiap doa-doa yang terdengar dari Nehemia, menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang memiliki ketergantungan penuh kepada Allah. Satu gaya hidup yang diperkenalkan oleh Nehemia untuk mempertahankan hubungannya dengan Tuhannya. Bagi Nehemia doa bukan saja merupakan sesuatu yang dilakukan pada waktu tertentu saja, melainkan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan dari pekerjaan sehari-hari. Reaksi pertama yang dilakukan oleh Nehemia pada waktu mendengar kabar tentang bangsanya adalah berpaling kepada Allah di dalam doa, (Nehemia 1:4).
Doa bagi Nehemia merupakan hal utama, bukan sekedar berdoa secara teori. Dengan fakta yang jelas dan ia dapat melaksanakannya yang diikuti keyakinan hati untuk mau melakukan apa yang telah didoakan biar membuahkan hasil. Dalam doa juga Nehemia meminta izin kepada raja Arthasasta, berdoa agar dengan kerelaan hati mengabulkan permohonan untuk pergi ke Yerusalem. Ketergantungan inilah yang diandalkan oleh Nehemia dalam melaksanakan visinya, sehingga ia tidak pernah mengeluh ataupun mundur.
Karakteristik Nehemia
Sifat yang khas yang ada dalam diri Nehemia adalah hal paling menonjol yang orang lain belum tentu memilikinya. Sifat-sifat yang dimaksud adalah hal-hal yang bisa mendukungnya dalam mengemban tugas sebagai pemimpin.
• Memiliki Keberanian Dalam Tugas Dan Tantangan
Keberanian adalah sifat pikiran yang memungkinkan orang untuk menghadapi bahaya atau kesukaran dengan keteguhan, tanpa rasa takut atau kecil hati. Sifat keberanian inilah yang dimiliki oleh Nehemia yang sudah menjadi karakternya. Ketika Nehemia meminta izin kepada raja, ia sadar akan resiko yang berlaku, karena orang yang menghadap raja tanpa dipanggil lebih dahulu, hukumannya adalah hukum mati. Sebagai seorang pemberani, Nehemia mengambil resiko tersebut dan berhasil menghadapi tantangan tersebut, (Nehemia 2:3,5). Tidak berhenti disitu saja, tetapi Nehemia juga menghadapi orang-orang yang menghalang-halangi pembangunan rumah Allah. Serangan-serangan ini sedikitpun tidak mempengaruhi Nehemia dalam melanjutkan tugasnya sebagai pemimpin.
• Empati
Empati adalah turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Rasa empati dalam diri Nehemia muncul ketika ia mendengar kabar tentang bangsanya, (1:3). Ia tunjukkan dengan berpuasa, berdoa, dan air mata (1:4-6). Ia juga memihak kepada bangsanya dalam keadaan berdosa, dengan mengakui dihadapan Tuhan (1:6).
• Pemimpin Yang Tegas
Keyakinan yang kuat dalam mengambil keputusan dan dalam bertindak adalah hal paling penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Sebagai akibatnya, ia tidak ragu-ragu dalam melangkah mencapai tujuan dan membawa orang lain merasa dikuatkan. Nehemia mengemukakan pernyataan yang tegas kepada orang-orang yang mengolok-olok bangsa Israel (2:20). Keputusan untuk terus membangun tembok Yerusalem, walaupun ada tantangan (4:6). Berani bertindak tegas kepada orang-orang yang berbuat salah (5:7).
BAB III
IMPLEMENTASI BAGI GEREJA
Melihat kondisi Gereja saat ini khususnya di Indonesia, Gereja hidup ditengah-tengah agama lain yang bersifat pluralisme dengan dilandasi toleransi beragama. Hal ini membawa dampak positif bagi Gereja, karena dapat menjalankan ibadahnya seperti agama-agama lain. Dengan demikian persamaan masa Nehemia dengan Gereja saat ini adalah hidup ditengah-tengah agama lain masih tetap menjalankan agamanya. Israel dengan monotheisme dan Gereja dengan Kristennya.
Dari kondisi yang hampir sama ini, maka prinsip-prinsip dasar kepemimpinan Nehemia yang telah dibahas diatas dapat di implementasikan dengan baik. Juga akan menjadi strategi yang jitu bagi pemimpin Gereja masa sekarang yang sedang ada dalam pelayanan.
Kerohanian Pemimpin
Kerohanian yang telah teruji merupakan syarat mutlak seorang pemimpin yang sudah harus ia miliki. Ukuran yang paling penting bukan terletak pada apa yang dikerjakan, tetapi pada hubungannya dengan Allah. Kerohanian yang mantap memungkinkan untuk memiliki kepekaan rohani di hadapan Allah, sehingga prinsip dasar kepemimpinan yang digunakan juga bertumpu pada Allah. Melayani adalah satu panggilan Allah dan harus senantiasa mengkonsultasikan kepada Allah sebagai wujud nyata yang terlihat setiap waktu dari seorang pemimpin.
Seperti Nehemia yang telah mengetahui visi dan misinya, begitu juga seorang pemimpin Gereja harus mengetahui visi dan misinya yang jelas. Seorang pemimpin yang berwibawa diperlukan kemampuan melihat ke muka untuk 10 – 25 tahun yang akan datang. Antisipasi jauh ke depan sambil membaca kesempatan dan tantangan dari perubahan zaman ini sangat terkait dengan kehidupan spiritual yang dimilikinya. Sekaligus berdiri dalam visi dan misi Gereja di dunia ini, yakni memberitakan Injil, dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan dengan penyertaan Allah. Ketergantungan kepada Allah sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mengemban tugas ini. Sebagaimana Nehemia dengan doanya telah menunjukkan ketergantungannya kepada Allah. Pemimpin Gereja dan doanya tidak dapat dipisahkan. Pemimpin harus turut serta dalam gerak maju pembangunan, tanpa mengorbankan imannya, kesaksiannya, serta pelayanan sebagai hamba Tuhan. Semuanya ini adalah satu sikap yang memperlihatkan solidaritas kepada bangsa dan negara yang selalu berkaitan dengan kehidupan doa seorang pemimpin Gereja, yaitu pelayanan doa yang mencakup seluruh aspek. Bagian inilah yang disebutkan pengandalan kepada Tuhan secara total yang dimulai dari pembangunan tubuh Gereja yang rohani.
Karakteristik Pemimpin
Seorang pemimpin Gereja masa sekarang harus berani menghadapi tugas dan tantangan. Tugas utama membawa Gereja bertumbuh secara kualitas dan kuantitas. Dan untuk tugas ini merupakan perjalanan panjang dan penuh tantangan, tetapi dituntut keberanian yang radikal dalam diri pemimpin. Kesanggupan dalam menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh dan tekun akan berdampak langsung pada kewibawaannya terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Dalam menjalankannya harus dengan motivasi yang murni. Kemurnian motivasi dalam menjalankan tugas adalah hal yang sangat sakral dalam diri pemimpin. Tujuannya adalah demi kepentingan pekerjaan Tuhan yang selalu bersifat terbuka.
Sedikit sekali pemimpin menyadari empati dalam seni memimpin adalah hal yang sama dengan kasih. Pentingnya kasih dalam kepemimpinan sudah menjadi prasyarat seseorang untuk jadi pemimpin . Betapa kuatnya pernyataan mengenai pentingnya kasih, baik dalam pengajaran Yesus maupun penekanan-penekanan yang diajarkan Oleh Rasul Paulus dalam tulisan-tulisannya. Kasih itu mencakup semua aspek kehidupan yang berorientasi kepada sikap baik kepada sesama yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk. Tentunya hal ini harus dimiliki oleh pemimpin Kristen yang mengetahui kebutuhan yang dipimpinnya. Kasih itu meliputi antara lain: kesabaran, murah hati, tidak cemburu, tidak sombong, tidak pernah congkak, tidak egois, bersikap lembut, tidak menuntut kemauannya sendiri, tidak mudah tersinggung, tidak menaruh dendam, kasih hampir tidak memperhatikan kesalahan orang, tidak pernah senang memandang kelaliman, bergembira bila kebenaran menang, setia, mempercayai orang lain, membela orang lain, dan kasih tiada pernah berkesudahan. Semua kategori ini adalah hal yang sama satu dengan yang lain, yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pemimpin.
Bersikap tegas, pemimpin yang besikap tegas akan terbukti rajin/giat; efektif dan efisien serta berorientasi kepada sasaran kerja. Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang pragmatis serta produktif, yang menghasilkan buah (hasil) dalam kepemimpinannya. Pemimpin Kristen sekalipun adalah pemimpin rohani, ia harus berorientasi kepada hasil atau sukses, dengan menerapkan gaya wirausaha. Alasan utama bagi orientasi ini ialah bahwa Allah pun menghendaki agar pemimpin Kristen itu berhasil dalam kepemimpinannya. Kebenaran ini diteguhkan oleh analogi perumpamaan pada Matius 25:14-30, dimana ketidaktaatan yang menandakan ketidakberhasilan dikecam oleh Tuhan Yesus dengan tegas.
BAB IV
PENUTUP
Prinsip-prinsip dasar kepemimpinan Nehemia rupanya mampu menjawab kebutuhan dalam masa krisis kepemimpinan yang sedang terjadi sekarang dalam Gereja. Berkaitan dengan situasi dan kondisi yang hampir sama, maka pemimpin Kristen dapat langsung mengaplikasikannya dalam strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan Gereja.
Dalam lingkup pelayanan rohani sangat erat berkaitan dengan Allah. Maka pemimpin harus memiliki keimanan di dalam Allah sebagai sentral dalam menjalankan semua tanggungjawab yang telah dibebankan kepadanya.
KEPUSTAKAAN
_______, Ensikopedi Umum, (Yogyakarta: KANISIUS, 1973)
Andar Ismail, Bambang Mulyatno, dkk, Kepemimpinan Dan Pembinaan Warga Gereja, (Jakarta: PT Sinar Agape Press, 1998)
Baxter, J.Sidlow., Menggali Isi Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983)
Dale, Robert D., Pelayanan Sebagai Pemimpin, (Malang: Gandum Mas, 1992)
P.Oktavianus, Kepemimpinan Kristen Dalam Negara Pancasila, (Malang: YPPII, 1989)
Rush, Myron., Pemimpin Baru, (Jakarta: IMMANUEL, 1993), h.118
Swindol, Charles R., Kepemimpinan Yang Berhasil, (Surabaya: YAKIN, tth)
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, (Malang: Gandum Mas, 1997)
Artikel internet
http://www.artikata.co.id//empati.html,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar