Kejadian 1:26 “baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita….”
Tinjauan gramatikal
Pengarang Kejadian 1:26 menggunakan suatu bentuk jamak, bentuk pluralis, mengenai Allah. Disebutkan tentang suatu kejamakan atau suatu kemajemukan di dalam Allah yang bersesuaian kejamakan di dalam manusia. Tetapi bukan menunjuk kepada kejamakan kemuliaan, yang memang dalam kebiasaan Yahudi terbiasa menggambarkan sesuatu yang mulia dalam bentuk jamak sebagai bentuk penghormatan. Karena, kejamakan kemuliaan dalam bahasa Ibrani pasti diikuti oleh kata benda, sedangkan dalam ayat ini diikuti oleh kata kerja.
Berhubungan dengan ideologi dan tujuan penulis kitab Kejadian, mengenai paham monoteistik yang bertujuan untuk melawan politeisme.
Sejarah mencatat banyak bangsa dan masyarakat (khususnya Romawi dan Mesir) yang percaya kepada banyak illah atau percaya kepada illah yang jamak (politeisme; termasuk matahari, sungai, katak dan bahkan kutu). Pertanyaan adalah apakah ini merupakan petunjuk pertama tentang kejamakan dalam diri Allah? Seandainya benar, bagaimana kita bisa menjelaskan hal ini dalam konteks monoteisme (kepercayaan pada satu Allah) Yahudi yang ketat? Seterusnya dikaitkan pada tujuan dituliskannya Kejadian 1 adalah untuk melawan paham politeisme (kepercayaan pada banyak allah) bangsa-bangsa di sekitar Israel yang menyembah binatang-binatang tertentu maupun benda-benda alam lainnya. Mengapa untuk melawan paham ini Musa justru mengajarkan kejamakan Allah.
Pendekatan yang lebih komprehensif
Bagaimana penjelasan yang paling tepat berkaitan dengan bentuk jamak “Kita” di Kejadian
1:26? Untuk memahami hal ini kita harus memperhatikan konteks ayat 26-27 secara lebih
seksama. Perhatikan dua ayat berikut ini:
Kej. 1:27 Maka Allah menciptakan manusia (tunggal) itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia (tunggal); laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka (jamak).
Kej. 5:1b-2a Pada waktu manusia (tunggal) itu diciptakan oleh Allah, dibuat-Nyalah dia
(tunggal) menurut rupa Allah; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (jamak).
Dari dua ayat di atas terlihat bahwa manusia – yang diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah – diciptakan sebagai kesatuan dalam kejamakan. Tidak heran di Kejadian 2:18 Allah
melihat kesendirian manusia sebagai sesuatu yang tidak baik. Selanjutnya, setelah Allah
menciptakan kejamakan manusia (laki-laki dan perempuan), Ia menghendaki supaya mereka
berada dalam kesatuan yang utuh (Kej. 2:23-24 “mereka akan menjadi satu tubuh”). Artinya, Apa yang tergambar dalam penciptaan manusia sebagai gambar dan rupa Allah turut merefleksikan
keberadaan Allah yang ‘jamak tapi tunggal’.
Pandangan di atas lebih konsisten dengan wahyu Allah secara keseluruhan dalam Alkitab.
Perjanjian Lama memberikan petunjuk implisit tentang kejamakan dalam diri Allah yang
tunggal (Kej 3:22; 11:7). Ide ini semakin lama semakin jelas dalam Perjanjian Baru
(Mat 3:16-17; 28:19-20). Musa tentu saja tidak memahami sejelas kita memahami hal itu
sekarang. Sebagai orang yang diilhami Roh Kudus untuk menuliskan Firman Allah, Musa
hanya menaati pimpinan Roh Kudus. Dalam tingkat tertentu, ia memang memahami apa yang
ia tulis, namun Roh Kudus memiliki maksud lain yang tidak dipahami oleh Musa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar